Gara-gara tertusuk pecahan beling di telapak kaki, sayah terpaksa ke klinik pratama karena lukanya infeksi. Sayah merasa meriang panas dingin. Sayah yakin masih tersisa pecahan beling disana. Sudah malam dan klinik sepi meski buka 24 jam. Setelah mendaftar, sayah duduk di ruang tunggu. Hanya ada 4 orang pasien dewasa dan seorang ibu membawa bayi. Ibu dan bayinya masuk ke ruang praktik spesialis anak. Berarti sayah pasien terakhir malam itu. Hanya ada 2 ruang praktik dokter umum. Yang satu ruang tertulis nama dr. Anu dengan keterangan tutup yang artinya tidak praktik atau belum datang. Pasien dewasa ke 4 sudah masuk ke ruang praktik dan sayah sendiri di ruang tunggu.
Tiba-tiba pintu ruang praktik dr. Anu terbuka dan dokternya melongokkan kepala. Jas dokternya putih bersih menandakan dia baru saja datang. Pandangan kami beradu dan dia tersenyum mempersilahkan sayah masuk. Dalam hati sayah berpikir, tumben dokternya tidak didampingi asisten yang biasanya membantu tugas dokter memanggil pasien dan menyiapkan kebutuhannya.
Dengan tertatih sayah masuk ke ruang praktiknya dan menutup pintu.Dengan senyum ramah dokter menanyakan keluhan sayah. Sayah tunjukkan telapak kaki yang dibalut perban. Kagum, dokter itu sendiri yang membuka perban sayah. Tentu saja dia! Sebab tidak ada asisten di ruangan itu. Sayah dipersilahkan berbaring sementara sang dokter terdengar sibuk menyiapkan peralatan termasuk bius lokal. Dengan sopan sang dokter minta ijin untuk menginjeksi beberapa titik di sekitar telapak kaki sayah yang luka infeksi. Dokter menyayat dan mengorek luka dan ternyata ditemukan masih ada pecahan beling yang sangat kecil didalam luka. Setelah membersihkan luka dan memasukkan obat, dokter menjahit dan memasang perban. Setelah itu dokter menuliskan resep. Sayah pun keluar dari ruangan itu setelah mengucapkan terima kasih.
Sayah letakan resep di tempat penerimaan resep. Sebentar saja resep sayah sudah diambil. Sayah lihat apotekernya berkerut membaca resep. Sayah tersenyum karena sayah pikir pasti tulisan dokternya acak-acakan. Sayah perhatikan wajah sang apoteker dan tiba-tiba sayah khawatir sebab sang apoteker memanggil sayah kedalam.
Apoteker menanyakan kepada sayah apa yang dirawat. Kembali sayah tunjukkan kaki sayah yang diperban. Pandangan apoteker itu bergantian melihat antara kaki dan wajah sayah. Sayah mulai merasa tidak nyaman apalagi saat apoteker itu melihat ke ruang praktik dr. Anu dengan tulisan yang terpampang dibawah namanya: tutup.Sudah dua kali sang apoteker bertanya dan minta kepastian jawaban sayah benarkah sayah sudah masuk ke ruang praktik dr. Anu. Dengan nada sedikit kesal sayah katakan bahwa dokternya sendiri yang mempersilahkan sayah masuk.
"Memangnya kenapa sih?", tanya sayah kesal karena malam sudah semakin larut dan sayah ingin segera pulang.
"Maaf ya tapi dr. Anu sudah meninggal..."
"Yang benar saja! Ini loh kaki sayah tadi dijahit sama dokter itu!", kata sayah tambah kesal.
Beberapa perawat dan asisten apoteker lainnya mendekat ke arah kami. Mereka menunjukkan mimik wajah beraneka. Ada yang melongo, komat kamit membaca doa, dan terkejut.
Karena sayah tetap bersikukuh bahwa dr. Anu yang barusan merawat sayah maka diantar perawat dan apoteker itu menuju ruang praktik dr. Anu. Perawat mengambil kunci pintu dan membukanya. Ruangan itu gelap lalu lampu dinyalakan. Tidak ada siapa pun di ruangan itu. Lemari obat pun tertata rapi dan tidak ada bekas air di wastafel tempat cuci tangan.
Dengkul ini rasanya lemas sampai seorang perawat lelaki menahan tubuh sayah dan menarikkan sebuah kursi yang lalu sayah menjatuhkan diri di kursi."Kapan meninggalnya? Apakah karena covid19?", tanya sayah lemah.
"Kemarin malam dan bukan karena covid19 tetapi karena kecelakaan...", kata seorang perawat.
Sayah minta resepnya dan sayah membacanya. Disitu jelas tertulis dengan tulisan rapi obat untuk sayah lalu tanda tangan sang dokter. Sayah tidak tahu harus bicara apa lagi. Sayah minta obatnya yang segera diberikan. Lalu dokter dari ruang praktik sebelah dan dokter spesialis anak pun keluar dari ruangannya. Mereka menggenggam tangan sayah. Salah seorang dari mereka memberikan sayah minum.
Karena gugup, sayah tersedak dan terbatuk.
Disitulah sayah terbangun...