Agheelz Go Blog

Hai. Selamat datang di Agheelz Go Blog. Blog ini berisi tulisan-tulisan saya, beberapa sumbangan tulisan lain dari teman-teman, saran atau ide atau pendapat dan dari kumpulan hasil berburu berita. Karena saya juga senang memotret, saya juga tampilkan hasil memotret itu kedalam blog saya. Kritik atau saran atau ide saya terima dengan tabah.

Wednesday, November 24, 2010

Cermin Di Kamar Mandi



Cermin Di Kamar Mandi


            Cermin itu besar dan berat dengan bingkainya dari besi kuningan bermotif bunga-bunga. Cermin itu digantung simetris diatas wastafel kamar mandi di rumah kakek. Kalau sedang mandi, setengah tubuh telanjang itu pasti akan terlihat jelas. Cermin itu sempurna, tidak bergelombang maupun buram oleh jamur. Mungkin umur cermin itu sudah puluhan tahun saat kakek dan nenek masih muda.
            Aku tinggal bersama kakek dan nenek dari bapakku semenjak kedua orang tuaku bercerai. Hanya aku berdua dengan adik perempuanku satu-satunya. Kakekku pendiam dan berbeda sekali dengan nenek yang senang mengobrol atau mungkin cerewet kalau orang bilang.
            Malam itu semua sudah tertidur lelap sementara aku masih menyelesaikan beberapa pekerjaan kantor. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Aku putuskan untuk meneruskan pekerjaan di kantor. Aku beranjak ke kamar mandi untuk menyikat gigi. Saat  mengeluarkan pasta gigi, aku merasa aneh dengan bayanganku di cermin. Seharusnya bayanganku juga melakukan hal yang sama tetapi ini tidak! Bayanganku hanya berdiri diam. Aku tidak berpikir suatu hal apa pun kecuali aku memang sudah sangat mengantuk dan ingin segera tidur. Aku lalu bercermin dan menyikat gigi dan setelah itu keluar dari kamar mandi. Sepintas aku melihat di cermin bahwa bayanganku berdiri disamping pintu tetapi tidak memegang gagang pintu. Bayanganku hanya berdiri mematung. Ah masa bodoh pikirku saat berjalan ke kamar dan segera tidur.
            Suatu hari listrik padam tengah malam. Semua penghuni rumah ribut mengomel dan segera memasang lilin di tempat-tempat yang diperlukan. Aku pun memasang sebuah lilin, meletakkannya di cawan kecil dan segera ke kamar mandi. Saat meletakkan lilin di sudut bak mandi, aku merasa ada bayangan seseorang di cermin. Aku hampiri cermin dan aku melihat wajahku sendiri. Tidak ada siapa-siapa di kamar mandi. Aku putuskan menyikat gigi dan aku bercermin di remang-remang cahaya lilin untuk menyikat gigi, aku tidak melihat bayangan wajahku di cermin tetapi aku melihat wajah orang lain!
            Terpaku aku menatap cermin. Seraut wajah perempuan cantik berambut hitam disisir menyamping dan diikat disamping. Perempuan itu tersenyum padaku dan tiba-tiba wajah itu menyeringai. Tidak ada lagi wajah perempuan cantik sebelumnya tetapi wajah yang menyeramkan. Pipinya seperti meleleh terkena cairan kimia atau terbakar. Mata kanannya lepas dan tergantung di semacam otot. Hidung mancungnya hilang berganti menjadi seperti dua lubang saja. Kedua cuping telinganya meruncing. Wajah itu semakin menyeramkan dengan terlihatnya setengah tubuhnya yang mirip kelelawar atau kuda atau kera, entahlah aku tidak tahu.
            Dengan panik aku berlari keluar kamar mandi dan membanting pintunya. Hembusan angin dari pintu membuat lilin mati. Aku melihat adikku yang sedang kipas-kipas di ruang tengah tersentak kaget mendengar dentuman pintu kamar mandi.
“Kenapa sih mas?” tanyanya sebal.
Aku tidak menjawab, langsung menuju kamarku dan duduk di lantai. Aku lihat cermin di kamar lalu aku turunkan dan meletakannya di lantai. Saat itu baru kusadari kalau masih banyak busa pasta gigi di mulutku. Aku keluar kamar dan ke dapur untuk berkumur dengan air minum sambil berusaha tetap tenang saat melewati adikku yang asik dengan telepon genggamnya.
            Seminggu, sebulan, dua bulan, tidak ada lagi wajah menyeramkan itu di cermin kamar mandi. Sampai suatu malam dengan panik kami membawa adikku ke rumah sakit. Pelipisnya robek sedikit karena terbentur tepi wastafel. Kami pun mengetahuinya karena di malam itu dia tidak keluar dari kamar mandi sampai aku menggedor dan mendobrak pintu kamar mandi. Adikku tergeletak pingsan di lantai kamar mandi dengan wajah bersimbah darah karena luka di pelipisnya. Satu jahitan cukup merapatkan pelipisnya. Saat adikku sudah sadar, dia katakan jika dia terpeleset. Aku menaruh curiga padanya. Benarkah dia terpeleset atau sudah melihat wajah di cermin itu?
            Sampai beberapa hari aku menggunakan kamar mandi belakang. Tidak ada pertanyaan dari kakek dan nenek kenapa aku menggunakan kamar mandi belakang karena alasan yang aku kemukakan memang tepat yaitu mandi sambil mencuci baju. Tetapi aku juga bingung karena adikku tetap menggunakan kamar mandi utama. Mungkinkah memang dia tidak melihat wajah di cermin? Aku pastikan tidak.
            Dua minggu kemudian saat pulang kantor, aku merasa tidak tahan untuk kencing. Baru saja aku menurunkan retsleting celana, aku merasa ada yang memperhatikanku dan itu berasal dari cermin! Dengan serabutan aku berlari keluar kamar mandi dengan celana melorot. Aku sudah tidak tahan lagi dan akhirnya mengadu kepada kakek. Aku laki-laki dan dilarang di keluargaku untuk takut kepada apapun termasuk segala macam setan atau jin. Tetapi kali ini aku benar-benar takut. Karena tidak seperti yang diceritakan orang lain atau teman-temanku yang katanya pernah melihat pocong, kuntilanak atau tuyul yang hanya sepintas, setan atau apalah namanya di cermin itu sangat dekat dengan wajahku.
            Dengan mata teduhnya kakek memandangku dan mengatakan kalau itu semua omong kosong. Bahkan kakek mengatakan kalau kami harus mengunjungi kedua orang tua kami karena sudah lama kami tidak bersilaturahmi dengan mereka. Aku pikir masuk akal juga. Mungkin saja itu alam bawah sadarku yang keluar saat aku atau adikku bercermin. Kebetulan besok hari libur dan aku memutuskan untuk ke rumah bapak bersama adikku. Sayangnya kami tidak bisa mengunjungi ibu setelah ibu menikah lagi dengan orang Belanda.dan tinggal disana. Aku juga tidak bercerita tentang cermin itu kepada bapak karena tidak ingin mengganggu ketenangan beliau dengan mengurus tanaman hiasnya.
            Sepulang dari mengunjungi bapak, aku sudah berani menggunakan kamar mandi utama. Apalagi saat itu sudah malam. Dan memang tidak ada apa-apa di cermin itu sampai beberapa hari kemudian saat tengah malam aku merasa harus ke kamar mandi. Semula aku tidak merasakan apa-apa saat menyikat gigi sambil bercermin. Tiba-tiba aku melihat bayanganku yang sedang menyikat gigi itu berubah menjadi sosok yang menyeramkan.
            Wajah di cermin itu berubah menjadi wajah yang rusak meleleh entah karena terbakar atau tersiram air raksa. Cuping telinganya meruncing. Hidungnya tinggal dua buah lubang saja. Matanya melotot dengan bola mata kanan keluar menggantung dari tempatnya. Rambutnya jarang dan kasar seperti ekor kuda. Wajah menyeramkan itu menyeringai kepadaku dan terlihat gigi-gigi yang runcing. Aku merasa dengkulku lemas dan tidak mampu bergerak. Jantungku berdebar seperti habis berlari keliling lapangan bola sepuluh kali. Aku berjalan mundur menuju pintu. Samar-samar aku mendengar suara terkekeh dari sosok di cermin itu.
            Aku berlari ke kamar adikku yang syukurlah tidak dikunci. Aku bangunkan dia dengan kasar. Saat dia mulai terbangun dan duduk di kasurnya, dengan gelagapan aku bercerita apa yang barusan kulihat. Masa bodohlah dia percaya atau tidak. Setelah selesai bercerita ternyata adikku mengangguk.
Aku berpikir mungkinkah saat adikku melihatnya lalu jatuh pingsan? Ternyata bukan itu! Dia seperti mendengar aku memanggil sehingga dia cepat-cepat mau keluar kamar mandi tetapi terpeleset dan pelipisnya membentur pinggiran wastafel. Malah adikku iri karena dia tidak melihat sosok di cermin tetapi mendengar suara saja. Demikian cerita adikku dengan tenangnya.
            Jadi sosok itu sudah mulai meniru suaraku! Dan ujung-ujungnya aku memohon belas kasihan untuk menginap di kamarnya. Hal ini bukan tanpa alasan karena kamarku memang bersebelahan dengan kamar mandi dimana cermin sialan itu berada. Sekarang aku menyesal mengapa aku memilih kamarku saat pertama kali tinggal di rumah ini. Aku menyumpah serapah diriku sendiri sebagai lelaki yang egois. Kamarku besar dan akses keluar dari rumah lebih dekat sehingga aku bisa keluyuran kapan pun tanpa mengganggu anggota rumah lainnya.
            Dengan cemberut adikku melempar gulingnya. Aku lalu mengambil sajadah dan menggelarnya di lantai sebagai alas tidurku. Aku sangat berterima kasih pada adikku meskipun aku mengakui kalau sekarang aku adalah lelaki yang penakut. Bahkan aku tidak mau mematikan lampu karena takut jka sosok di cermin itu mengejarku sampai ke kamar adikku ini. Dengan malas akhirnya aku matikan juga lampu kamar setelah adikku menceracau kesal. Untuk malam ini aku masih bisa tidur tenang. Dan besok aku akan berunding dengan adikku untuk tukar kamar tidur.
            Seminggu sudah aku bertukar kamar dengan adikku. Saat kakek dan nenek bertanya, aku kemukakan saja alasan bahwa adikku ingin kamar luas untuk menyimpan barang-barangnya yang kebanyakan ransel dengan berbagai ukuran sampai yang sebesar lemari kecil. Mungkin alasan itu diterima karena memang adikku itu senang dengan kegiatan alam. Dikarenakan kamarku sekarang lebih dekat ke kamar mandi belakang, maka aku jarang menggunakan kamar mandi utama. Untuk sesaat aku merasa lega sampai suatu malam saat aku mau ke kamar mandi belakang, aku mendengar suara gaduh dari kamar mandi utama.
            Suara itu sangat keras terdengar meskipun pintu kamar mandi tertutup. Dengan khawatir aku berlari kesana bersamaan dengan pintu kamar adikku yang terbuka dan kelihatan wajahnya yang bingung muncul dari balik pintu.
“Ada apa Mas?” tanya adikku.
“Nggak tau...” sahutku sambil berjalan menuju kamar mandi.
Aku menempelkan telinga ke pintu kamar mandi. Lalu memegang gagang pintu dan membukanya perlahan dengan jantung berdebar. Setelah yakin tidak ada tangan yang mencakarku, kudorong lebih lebar pintu itu. Dan terdengar suara kakek.
“Awas, jangan masuk, banyak beling!”
Kami berdua melihat kakek yang sibuk mengumpulkan pecahan cermin. Aku melihat kaki kakek berdarah sepertinya terkena pecahan beling. Aku memberitahu beliau yang segera menuangkan sabun cair ke atas lukanya dan menyekanya dengan tissue. Aku meminta kakek untuk keluar dari kamar mandi dan membiarkan kami yang membersihkan pecahan cermin. Aku meminta adikku mengambil sapu dan pengki dan segera dia ke belakang. Saat kakek keluar, beliau menyentuh bahuku dan berbisik, “sudah aman sekarang, dia tidak akan ada lagi…”
            Aku tertegun memikirkan perkataan kakek. Sambil mengumpulkan beling-beling pecahan cermin kuperhatikan lagi bingkai dan tempat dimana sebelumnya cermin itu berada. Cermin itu digantung bukan dengan tali ataupun kawat tetapi langsung dipaku dengan paku beton melalui celah-celah ukiran pada bingkainya. Empat buah paku beton yang kuat masih tertancap di dinding. Ukiran di bingkai cermin itu pun tidak pecah atau rusak. Aku mengambil kesimpulan jika kakek mengambil cermin itu dan membantingnya ke lantai kamar mandi. Dan juga aku pastikan bahwa kakek telah melihat sosok itu. Saat kakek akan berwudhu untuk shalat tahajud, sosok itu muncul dan tentu saja kakek sudah percaya akan pengaduanku. Dan kakek sudah mengambil tindakan, tidak seperti aku yang penakut.
            Kini pecahan cermin itu sudah berada di tempat sampah tetapi bingkainya disimpan di gudang. Entah kapan akan menjadi bingkai cermin yang baru lagi. Penjelasan kepada nenek yang bertanya mengapa cermin itu bisa pecah adalah aku tidak sengaja menjatuhkannya saat akan memindahkannya ke kamarku. Kini di kamar mandi itu dipasang sebuah cermin tanpa bingkai. Tidak indah memang, tetapi paling tidak bisa untuk bercermin. Dan yang pasti, tidak ada sosok menyeramkan yang muncul dari cermin itu.

3 comments:

Pak Adhitya said...

Brrrr...

Agheelz said...

jadi ngeri kalau mau ngaca....

Agheelz said...

jangan-jangan....
hiiiiiiiiiiii....