My lovely Grand Father and Mukenah from kafan
Saat itu aku masih berusia 8 tahun saat kakek tercinta almarhum R. Ibnu Sukanto menjahitkan sebuah mukenah.
Mukenah itu sederhana saja. Tidak ada hiasan atau renda-renda. Warnanya putih polos. Aku sangat senang dengan mukenah buatan beliau.
Saat umur 10 tahun, aku tidak lagi memakai mukena itu karena nenekku almarhumah R. Siti Masitoh membelikan aku sebuah mukena dengan hiasan renda. Mukenah buatan kakekku, aku simpan baik-baik di lemari.
Bertahun-tahun sudah hingga saat itu tahun 1990, aku membongkar lemari pakaian dan teraba mukenah buatan kakek.
Sudah tidak cukup untukku karena ukurannya menjadi pendek.
Lalu aku membeli bahan katun bercorak bunga-bunga kecil berwarna putih dengan warna dasar hijau.
Kemudian mukenah itu aku beri modifikasi sehingga sekarang cukup panjang untukku dan sekarang ada pasangan sarungnya seperti halnya mukenah jaman sekarang.
Saat kuliah, ada seorang teman yang mengatakan padaku bahwa bahan mukenah itu adalah kain kafan.
Sempat terkejut saat teman menyatakan demikian. Kemudian ingatanku kembali kepada almarhum kakek.
Aku melihat beliau saat menjahit mukenah itu. Dengan tekun dan dengan mata yang hampir katarak karena tua, beliau menjahit selembar kain putih menjadi mukenah. Aku tidak tahu jika kain itu adalah kain kafan. Kain kafan adalah kain pembungkus jenazah.
Tetapi teman juga mengatakan bahwa sebaiknya mukenah itu berbahan kain kafan. Ditambahkan lagi kalau pernyataan itu juga dari neneknya dan terus turun temurun sampai ke cucunya alias temanku.
Setelah mengetahui bahwa mukenah itu terbuat dari kain kafan, aku justru senang. Ibarat kata, aku sudah terlatih terbungkus kain kafan setiap kali shalat. Umur mukenah itu sekarang sudah 32 tahun dan masih tetap aku pakai sampai sekarang.
Dan percayalah, kain kafan itu sejuk...
1 comment:
ya, aneka warna
Post a Comment