Berawal
dari keinginan turut meramaikan sebuah komunitas reptil (sebut saja komunitas reptil merah) dengan postingan dari laman penggemar di situs media social facebook
yang menuliskan sebuah pertanyaan “dari mana kenal komunitas merah ini?” dan
diakhiri dengan jargon: “merubah paradigma masyarakat”. Karena keinginan turut
meramaikan laman penggemar (fans page) itu, maka di kolom komentar ditulislah
sebuah komen pertanyaan: “paradigma itu apa sih kak?”. Lama tidak ada jawaban, bahkan
yang sudah tahu pun tidak mau menjawab. Karena merasa diacuhkan, maka
ditanyakanlah hal tersebut didalam sebuah grup komunikasi whatsapp dari
komunitas merah itu.
Semua anak memiliki kontribusi masing-masing saat memasang kandang terbuka untuk burung liar meski pun hanya memberi arahan dari bawah. |
Saat
ditanyakan mengapa tidak ada yang menjawab soal “paradigma” dan mengapa mirip
dengan komunitas sejenis lain (sebut saja komunitas reptil biru) yang pertama kali
menggunakan jargon “merubah paradigma” maka jawaban bermunculan. Ada jawaban
yang menyalin dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, lengkap. Ada yang malah
bertanya balik, “masa tidak tahu paradigma?”.
Bukan
jawaban didalam grup komunikasi whatsapp yang diinginkan tetapi menjawab di
kolom komentar dari tulisan di laman penggemar (fans page) karena yakin bahwa
tidak semua orang tahu arti kata “paradigma”. Sambil menunggu komunitas merah
menjawab di laman penggemarnya, dituliskanlah pertanyaan sama tentang arti kata
paradigma di komunitas biru yang pertama kali menggunakan kata “merubah
paradigma” tersebut. Di laman penggemar komunitas biru itu ternyata pertanyaan
langsung dijawab oleh pengurus laman. Hal ini berarti tidak hanya jargon saja
tetapi komunitas reptil biru itu memang benar-benar mengerti tentang si
paradigma itu tadi dan bermurah hati langsung menjawab meski pun mungkin sudah
ratusan bahkan ribuan orang yang bertanya tentang paradigma. Setelah keributan
di grup whatsapp, baru ada yang menjawab pertanyaan paradigma di kolom komentar
di laman penggemar komunitas merah tersebut. Entah ketakutan terhadap apa atau siapa atau malu terhadap apa atau siapa sehingga pengurus laman penggemar komunitas reptil merah itu enggan segera menjawab di laman penggemar situs media sosial facebook.
Selain dari itu juga, komunikasi didalam grup
whatsapp komunitas reptil merah akhirnya menjadi bias karena melenceng jauh
dari pokok bahasan awal yaitu pertanyaan tentang paradigma. Ada yang
menyarankan googling sendiri yaitu mencari arti kata paradigma di google, ada
yang bertanya “mengapa tidak bertanya dulu secara personal?”, ada yang menyuruh
membuat laman penggemar sendiri, ada yang bertanya “mau menyerang komunitas
biru atau merah?”, ada yang bertanya “selama ini ngapain aja jadi pengurus di
komunitas reptil biru?” dan terakhir ada yang bertanya “selama ini sudah
kontribusi apa di komunitas reptil merah. Kalau tidak ada kontribusi mendingan
ga usah protes yang tidak berguna”.
Untuk yang menyuruh mencari sendiri arti kata
“paradigma” melalui google dan bertanya secara personal tentunya dapat
dimaklumi bahwa kemungkinan memang tidak mengerti maksud dari “ikut meramaikan
laman penggemar” meski pun di sebuah grup dia termasuk cukup aktif. Untuk yang
bertanya mengapa tidak membuat laman penggemar sendiri, pastinya tidak mengerti
untuk apa laman penggemar dibuat. Apakah setiap ingin bertanya dan menjawab
pertanyaan harus selalu membuat sebuah laman penggemar di situs media facebook?
Untuk pertanyaan serang menyerang suatu komunitas terkesan kekanakan sekali.
Semua anggota komunitas atau kelompok rata-rata ingin agar kelompoknya diakui
di masyarakat. Entah apakah komunitas itu bermanfaat untuk masyarakat atau
golongan tertentu.
Untuk pertanyaan selama ini ngapain aja jadi pengurus
di komunitas reptil biru tentunya sangat melebar dari pokok bahasan.
Diibaratkan begini: ada seorang murid sekolah dasar yang bertanya kepada sebuah
komunitas reptil yang sedang mengadakan edukasi pengenalan reptil di sebuah
sekolah dasar bernama facebook. Komunitas reptil merah tersebut bukannya
memberikan jawaban tetapi malah memarahi si murid yang tidak tahu itu dengan
pertanyaan balik: “masa kamu ga tau, selama ini ngapain aja kamu sekolah?”
Semua anak mempunyai kontribusi masing-masing saat membuat kincir kertas meski hanya memilih warna kertas origami. |
Untuk pertanyaan tanpa kontribusi tidak usah protes
yang tidak berguna, sungguh membuat sang penanya berpikir kembali. Apa yang
dimaksud dengan kontribusi? Apakah si anggota komunitas reptil merah itu mengerti
dengan melempar pertanyaan tentang kontribusi? Padahal boleh dikata jumlah
penggemar laman penggemar (fans page) komunitas reptil merah itu meningkat
dengan hanya tekan “LIKE” atau “SUKA” dan para pengguna akun facebook hanya
berkontribusi dengan menekan tombol itu. Boleh dikata, para penggemar yang
membuat jumlah penggemar meningkat tidak diakui kontribusinya. Lalu adakah
protes yang tidak berguna? Apakah penggemar tidak boleh protes atau mengkritik?
Baiklah, berarti tidak menerima protes dan kritik.
Setelah keributan yang menjadi bias di grup whatsapp
komunitas reptil merah tersebut, lalu dibuat semacam “konfirmasi” kepada si
penanya. Si penanya disuruh untuk saling memaafkan. Si penanya mohon maaf atas
kontribusinya selama ini yang ternyata benar-benar sama sekali tidak dianggap dan membuat kecewa sekaligus terperangah atas komunitas reptil merah tersebut.
- Maafkan jika menjadi
anggota komunitas reptil merah.
- Maafkan jika membayar
uang kas komunitas reptil merah.
- Maafkan jika
menyumbang uang atau barang kepada komunitas reptil merah.
- Maafkan jika membeli
atribut seperti baju atau kaos komunitas reptil merah.
- Maafkan jika
mengundang orang-orang untuk menggemari fans page komunitas reptil merah.
- Maafkan jika ikut
aktif edukasi ke sekolah-sekolah atau tempat lainnya bersama komunitas
reptil merah.
Setelah
menyampaikan maaf itu, lalu ada yang menyatakan bahwa orang yang menanyakan
“kontribusi” itu bukanlah anggota komunitas reptil merah. Itu adalah
solidaritas semu. Apakah yang bersangkutan si penanya kontribusi itu tahu jika
dia tidak dianggap anggota komunitas reptil merah? Entahlah. Yang jelas
permintaan maaf atas nama “si penanya kontribusi” itu ditolak. Mudah untuk
meminta maaf tetapi tidak mudah untuk memahami atau mengerti.
Sekarang
timbul pemikiran, jika kita ingin membuat suatu pernyataan yang diambil dari
sumber lain hendaklah mengerti betul artinya. Contohnya adalah copy paste
jargon “merubah paradigma” sehingga jika ada yang bertanya setidaknya bisa menjawab atau mengarahkan langsung ke sumbernya. Jadi jangan sampai orang yang
tidak mengerti menilai bahwa komunitas atau golongan itu seperti “tong kosong
nyaring bunyinya”.
Setiap
orang memiliki kontribusinya sendiri-sendiri baik itu dalam kehidupan
bermasyarakat maupun berorganisasi. Sebaiknya kontribusi seseorang terlebih
yang berperan aktif tidak perlu dipertanyakan sebab tentunya akan muncul
jawaban yang bias. Dilain pihak timbul rasa kasihan kepada para kontributor "jempol" alias orang-orang yang sudah tekan "SUKA" atau "LIKE" di fans page alias laman penggemar di situs media sosial facebook sebab kontribusi mereka sama sekali tidak dianggap.
Kemudian kondisi jadi berbalik ketika sebagian anggota komunitas reptil merah itu beramai-ramai menyerang si penanya dengan menyebutkan egois, minta pendapatnya paling benar, salah cara bertanya, sampai tidak ada yang membela. Dan sekarang si penanya adalah penjahatnya. Semua itu hanya berawal dari keinginan si penanya "meramaikan" laman penggemar alias fans page di facebook dengan bertanya. "paradigma itu apa sih kak?"
Kemudian kondisi jadi berbalik ketika sebagian anggota komunitas reptil merah itu beramai-ramai menyerang si penanya dengan menyebutkan egois, minta pendapatnya paling benar, salah cara bertanya, sampai tidak ada yang membela. Dan sekarang si penanya adalah penjahatnya. Semua itu hanya berawal dari keinginan si penanya "meramaikan" laman penggemar alias fans page di facebook dengan bertanya. "paradigma itu apa sih kak?"
No comments:
Post a Comment