Agheelz Go Blog

Hai. Selamat datang di Agheelz Go Blog. Blog ini berisi tulisan-tulisan saya, beberapa sumbangan tulisan lain dari teman-teman, saran atau ide atau pendapat dan dari kumpulan hasil berburu berita. Karena saya juga senang memotret, saya juga tampilkan hasil memotret itu kedalam blog saya. Kritik atau saran atau ide saya terima dengan tabah.

Saturday, February 6, 2016

Mesin Jahit Singer 1929

     Jika mendengar mesin jahit merk SINGER yang terlintas di pikiran kita adalah mesin jahit yang berkualitas baik. Sudah banyak produk mesin jahit beredar di pasaran dengan aneka merk. Bahkan saat ini banyak mesin jahit dengan sistem digital seperti halnya oven microwave. Hal ini tentunya membuat pekerjaan menjahit lebih mudah. Namun saya akan menuliskan mesin jahit kuno peninggalan kakek.
     Jaman dulu memiliki mesin jahit di rumah mungkin merupakan barang mewah. Kakek pernah bercerita bahwa jaman pendudukan Jepang, kakek menjahitkan baju untuk tante saya dari taplak meja bahkan gorden. Berarti itu sekitar tahun 40an. Mesin jahit itu diproduksi pada tahun 1929 seperti yang tercetak pada sebuah pelat kecil.


     Mesin jahit itu berwarna hitam. Ada kotak tempat mesin jahit serta ada tutupnya dengan gagang  Baik kotak dan tutup keduanya terbuat dari kayu. Jika ditutup, akan ada kunci sehingga bisa dibawa-bawa seperti menenteng koper tanpa menjatuhkan mesin jahit yang lumayan berat. Selain itu ada semacam tuas untuk memutar roda mesin sehingga jika kita putar tuasnya maka jarum akan bergerak naik turun. Tuas ini bisa dilipat rapi jika mesin jahit ditutup.


     Saat saya kecil, kakek pernah menjahitkan saya mukena yang sampai sekarang pun masih saya pakai setelah dilakukan penambahan panjang mukena. Meski demikian kakek saya bukanlah penjahit profesional yang menerima jahitan. Kadang saya diminta bantuan memutar tuas saat kakek menjahit. Tentunya dengan aba-aba seperti 'yak putar' untuk menjahit dan "op" untuk berhenti. Sebenarnya kakek membelikan mesin jahit itu untuk nenek namun nenek tidak bisa menjahit dikarenakan mata minusnya cukup tebal. Terlebih nenek lebih aktif berorganisasi dibanding jahit menjahit.
     Saya juga pernah membuat bed cover dari kain perca dengan mesin jahit ini. Kain perca saya dapatkan dari para penjahit. Sepotong demi sepotong saya sambung dengan mesin jahit itu. Itu pun dikerjakan dengan memutar tuas. Kain perca itu akhirnya menjadi sebentuk kain yang panjang. Saya mengerjakannya saat santai sehingga butuh tahunan sampai menjadi sebuah bed cover.
     Kemudian saya membeli dinamo untuk mesin jahit. Tuas dilepas dan digantikan dengan dinamo. Sejak saat itu jahit menjahit menjadi lebih cepat meski kakek sudah tidak melakukannya lagi. Kemudian kami pindah rumah dan mengalami banjir. Banjir besar pada tahun 2002 di Jakarta ditetapkan sebagai musibah nasional. Sang meain jahit pun ikut tenggelam.
     Begitu dahsyatnya banjir sehingga tempat kami berantakan mirip tempat sampah. Kami membersihkan rumah terlebih dahulu. Terpaksa membuang banyak barang diantaranya bulu-buku sampai berkarung-karung.
     Saya pindah rumah setelah menikah. Mesin jahit kakek ikut serta. Saat itu kotak dan tutupnya sudah lapuk dan rusak terendam lumpur banjir berhari-hari sehingga mesin jahit itu "telanjang". Tuasnya pun sudah hilang entah dimana. Lalu saya membuat meja dari sebuah meja kopi yang ditutup kayu. Dinamo saya ganti dengan yang baru. Bertahun-tahun lamanya, sang mesin jahit menjadi pajangan. 
     Tahun 2015 saya pindah lagi ke rumah baru. Mesin jahit juga pindah namun kali ini hanya digeletakan begitu saja di lantai, di bawah rak pakaian. Akhirnya saya memerlukannya untuk menjahit kantong-kantong untuk mencuci pakaian. Saat sedang asik menjahit tiba-tiba karet pemutar itu putus beberapa potong sementara seratnya tidak. Saya lanjutkan menjahit sampai akhirnya sering putus benang sebab putaran tidak stabil.

     Saya cukup paham bagaimana membongkar mesin jahit untuk mengganti tali pemutar sebab sudah beberapa kali saya lakukan. Saya buka baut di tempat pengunci tuas dan saya putar. Terkejut saya dapati benda itu tidak bergerak sama sekali. Saya tuangkan minyak mesin dan ketok-ketok sedikit agar minyak masuk dan saya coba putar lagi. Sampai sakit telapak tangan saya, benda itu tidak bergerak. Kesal, saya ambil palu dan saya pukul. Diam saja. Saya lakukan apa pun, memukul, mencongkel, mendorong tetap saja diam di tempat. Selama berhari-hari saya melakukn perang terhadap mesin jahit itu. Tidak terjadi apa pun.
     Akhirnya saya mencari tukang reparasi mesin jahit yang ternyata sama sulitnya dengan mencari balado jengkol saat tidak musim jengkol. Sampai akhirnya saya mendapatkan sebuah situs internet yang menyatakan dirinya adalah pereparasi aneka mesin jahit. Saat saya baca bahwa orang ini pernah bekerja di mesin jahit SINGER maka saya yakin ini adalah orang yang saya cari. Namanya Rudi.
     Namun saya kembali skeptis melihat bahwa Pak Rudi ini tinggal cukup jauh. Saya tidak bisa membawa mesin jahit ke tempat servisnya di daerah Tangerang dan saya juga tidak yakin Pak Rudi dapat ke tempat saya di Cilangkap. Akhirnya saya menghubunginya melalui whatsapp. Pak Rudi tidak langsung menjawab dan baru keesokan harinya menjawab. 
     Saya terangkan tentang masalah pada mesin jahit saya. Pak Rudi langsung "mengenali" jenis mesin jahit tua ini dengan pertanyaan: "hitam?". Lalu terjadilah konsultasi melalui whatsapp. Pak Rudi menyarankan untuk memberi lagi sedikit minyak, ketok perlahan dan tunggu 3 hari. Saya pikir ini sudah lebih dari 3 hari sehingga saya langsung beri minyak, ketok dan... Akhirnya benda keras kepala itu bisa diputar dan dibuka! Segera saya kendurkan dinamo, melepas bagian kemudi, memasang karet baru, memasang kemudi dan mengencangkan dinamo. Masalah terselesaikan sudah. Terima kasih Pak Rudi atas bantuan konsultasinya.

Catatan
Pak Rudi bisa dilihat di www.ilmumesinjahit.com

No comments: