Agheelz Go Blog

Hai. Selamat datang di Agheelz Go Blog. Blog ini berisi tulisan-tulisan saya, beberapa sumbangan tulisan lain dari teman-teman, saran atau ide atau pendapat dan dari kumpulan hasil berburu berita. Karena saya juga senang memotret, saya juga tampilkan hasil memotret itu kedalam blog saya. Kritik atau saran atau ide saya terima dengan tabah.

Saturday, December 20, 2014

Pulang

     Suami isteri itu berpelukan. Semua emosi ditumpahkan. Rasa sayang, cinta kasih dan kerinduan semua berpadu. Sang istri mengeluarkan isak tertahan. Sedih karena akan ditinggal suami tetapi juga menggantungkan harapan kepada kehidupan yang lebih baik. Mereka tinggal di bangunan rumah sederhana peninggalan orang tua sang istri di pinggir desa. Seperti halnya orang tua sang isteri, kedua orang tua suami pun sudah meninggal. Sudah dua tahun mereka menikah dan selama itu mereka hanya menggarap sebidang sawah peninggalan orang tua sang isteri.
     Saat hidup terasa semakin sulit, sang suami memutuskan untuk mencoba peruntungan di kota. Sebagai bekal, dijualnya setengah dari sebidang sawah itu. Sang isteri mengantar kepergian suaminya dengan senyum membesarkan hati. Diiringi senyum manis isteri, suaminya berjalan menjauh sambil sesekali menoleh ke belakang dan melihat isterinya masih berdiri di depan pintu rumahnya. Sang suami berhenti menoleh saat berjalan menurun dan tiba di jalan besar. Sebuah kendaraan angkutan kendaraan umum melintas dan naiklah sang suami menuju terminal yang nantinya dia akan berganti kendaraan dan akan menuju kota besar.
     Sesampainya di kota, sang suami mulai bekerja serabutan. Mulai dari kuli bangunan sampai akhirnya menjadi pegawai sebuah toko. Keuletannya bekerja membuat pemilik toko terkesan. Keuntungan dan toko semakin besar. Pemilik toko sudah mempercayai sang suami sebagai asistennya. Tidak jarang sang suami dimintanya mewakili mengambil barang bahkan sampai menyetorkan uang puluhan juta ke beberapa bank.
     Entah sudah berapa tahun sang suami menjadi asisten pemilik toko hingga suatu hari pemilik toko melamar sang suami menjadi menantunya. Tidak lama setelah menikah, pemilik toko itu meninggal sekaligus meninggalkan warisan yang besar. Sekarang sang suami adalah pemilik toko. Dua orang anak telah lahir sebagai penerus kejayaan toko. Pergaulannya pun sudah merambah keluar negeri. Tidak jarang mereka berlibur keluar negeri atau ke tempat-tempat wisata lain. Lalu kedua orang anaknya masing-masing berkeluarga. Sang suami dengan isterinya tinggal berdua saja serta berharap secepatnya mendapatkan cucu yang manis-manis.
     Suatu hari sang suami teringat kepada isterinya di kampung. Dia berharap isterinya itu akan memaafkannya atau bahkan sudah menikah lagi dengan orang lain dan hidup bahagia, punya anak atau bahkan sudah punya cucu. Lagi pula, sang suami kini sudah tua dan pastinya sang isteri di kampung akan memaafkannya.
     Disiapkannya pakaian dan segala perlengkapannya dan pamit kepada isterinya akan menjumpai teman lamanya di kampung. Isterinya hanya berkata cepat pulang dan menunduk kembali mengamati nominal uang yang masuk hari itu. Telepon genggamnya terus menerus berbunyi dan si isteri kadang menjawab disertai suara tinggi karena beberapa barang yang tidak sampai ke tokonya.
     Sang suami mengendarai mobil terbarunya mampir di hotel untuk beristirahat dan kembali melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Hal ini biasa dilakukan sang suami sebagai pemilik toko sekaligus pengimpor dan pengekspor barang-barang dagangan. Saat memasuki kampungnya, mampirlah dia di sebuah pasar dan membeli aneka buah-buahan sebagai buah tangan untuk isteri kampungnya. Dipenuhinya bagasi mobilnya dengan aneka buah, makanan dan pakaian.
     Semakin jauh ke kampung semakin terlihat bahwa kampungnya yang dulu sepi dan damai, kini sudah ramai. Rumah-rumah penduduk sudah tersebar di tempat yang dulunya persawahan. Sang suami mulai bingung kemana mencari rumah isterinya dulu. Diparkirnya mobil di depan sebuah sekolah. Hari jelang petang saat sang suami sampai di rumah kepala desa. Mengaku sebagai saudaranya, disebutnya nama sang isteri. Kepala desa mengatakan sudah sekitar sebulan tidak bertemu dengan isteri yang dimaksud. Kemungkinan karena kepala desa sibuk dan kadang sang isteri menggarap sawah kampung tetangga. Namun demikian kepala desa bersedia mengantarkan sang suami ke rumah yang dimaksud. Dengan diantar kepala desa serta beberapa orang laki-laki yang memanggul buah tangan, sampailah sang suami di depan rumahnya. Setelah mengucapkan terima kasih dan memberikan uang lelah kepada kepala desa untuk dibagikan kepada orang-orang yang membantunya membawakan buah tangan, kini sang suami berdiri sendiri.
     Rumahnya terlihat kacau dan rusak parah. Kaca jendela sudah hancur. Beberapa helai plastik direkatkan sebagai ganti kaca. Beberapa helai plastik buram itu pun bahkan sudah bolong disana sini. Ke atas, dilihatnya atap seng yang berkarat dan sang suami yakin bahwa atap seng itu pasti juga sama nasibnya dengan plastik penutup jendela, bolong disana sini. Cat tembok sudah sangat lusuh dan mengelupas. Bagian bawah yang dekat dengan tanah bahkan sudah berwarna seperti tanah itu sendiri. Daun-daun kering bertebaran dimana-mana seakan sang pemilik rumah malas menyapu. Di sudut dekat tiang pondasi rumah dilihatnya teronggok topi caping, sapu lidi dan beberapa bakul anyaman bambu yang koyak.
     Berdebar, diketuknya perlahan pintu rumah itu. Semakin lama semakin keras ketukannya namun tidak ada jawaban dari dalam rumah. Merasa khawatir jika bangunan itu rubuh jka terus menerus diketuk, dipegangnya gagang pintu dan ditekannya ke bawah. Pintu itu tidak terkunci. Didorongnya pintu itu dan terdengar suara derit engsel pintu berkarat. Sang suami mengucapkan salam dan menunggu jawaban. Sepi. Akhirnya sang suami memasukan buah tangannya kedalam rumah.
     Dilihatnya bagian dalam rumah itu. Berdebu seperti tidak ada yang membersihkan. Diperhatikannya satu-satunya kamar didalam rumah itu. Kamar itu tidak berdaun pintu. Sebagai gantinya adalah sebuah kain batik yang sudah lusuh sebagai penghalang. Sang suami tersenyum lalu berjalan ke dapur. Dibawanya semua buah tangan masuk ke dapur. Sang suami melihat berkeliling. Tidak ada kompor disana. Sebagai gantinya adalah perapian dengan kayu. Dipandangnya panci-panci dengan pantat berjelaga tergantung di dinding. Udara dipenuhi bau asap kayu terbakar. Dilihatnya sebuah teko aluminium dengan dua gelas beling di atas meja. Semuanya berdebu seperti sudah lama tidak ada kehidupan disana. Namun sang suami berpikir wajar saja jika berdebu karena mungkin abu dari perapian. 
     Saat kembali ke ruang depan, sang suami melirik ke kamar melalui tirai kain lusuh itu. Terkejut, dilihatnya seseorang sedang berbaring di tempat tidur kayu yang kasur kapuknya sudah sangat tipis. Disibakannya sedikit tirai itu dan memperhatikan sosok perempuan yang berbaring itu. Sepertinya sosok itu tidur dengan nyenyak. Diperhatikan sosok yang tidur itu dengan seksama. Berdebar jantungnya saat sang suami mengenal sosok itu. Mengenakan baju kaos lengan panjang dengan kain batik lusuh, dialah sang isteri. Diurungkan niatnya membangunkan. Kembali ke ruang depan, sang suami lalu duduk di sebuah kursi kayu yang berderit saat diduduki. Sang suami akan mengejutkan isterinya jika nanti dia bangun.
     Dikeluarkannya sebatang rokok dan dibakarnya, sang suami kembali mengenang saat dulu masih tinggal bersama. Tersenyum, dibuangnya puntung rokok keluar pintu lalu duduk berselonjor. Sang suami sudah pasrah akan kemarahan isterinya nanti jika bangun. Tidak berapa lama sang suami merasakan terpaan angin dan sentuhan di pipinya. Rupanya dia tertidur. Dipandanginya dalam keremangan sinar bulan yang masuk melalui atap seng yang bocor. Isterinya berdiri dihadapannya, tersenyum. Sang suami mengucek mata tuanya karena melihat isterinya masih seperti saat ditinggalkannya dulu. Tidak percaya, tetapi sang suami menurut saja saat isterinya menyuruhnya beristirahat dan bercerita esok hari. Sang isteri juga meminta maaf karena tidak ada penerangan listrik di rumahnya. Lalu sang isteri menyalakan lilin.
    Dalam keremangan cahaya lilin, mereka duduk berdua di tempat tidur. Sang suami merasa kikuk dan tidak mampu berkata-kata. Dipandanginya wajah isterinya yang terlihat sangat tenang, bahagia dan masih muda. Sang suami merasa tenang dan damai saat sang isteri memijat punggungnya. Mereka merasakan masih seperti dulu saat masih sama-sama muda. Tidak lama kemudian mereka berdua tertidur dengan tangan saling menggenggam.
     Pagi hari pun tiba. Saat sang suami terbangun, dirasakannya tangan isterinya sangat dingin dan kaku. Dilepaskannya tangan isterinya. Cahaya matahari pagi yang masuk kedalam kamar melalui jendela kamar menyinari wajah sang isteri. Betapa terkejut sang suami melihat bahwa isterinya yang semalam tampak muda ternyata sudah setua dirinya. Lebih terkejut lagi saat mengetahui bahwa isterinya itu sudah meninggal. Terguling dari tempat tidur dan jatuh ke lantai, sang suami berusaha menahan debar jantungnya yang melonjak. Dipandanginya jenazah isterinya yang kurus dan sepertinya sudah lama mati. Diingatnya kepala desa yang berkata sudah sebulan tidak melihatnya. Berarti selama sebulan tidak ada yang tahu jika isterinya meninggal dalam kesendiriannya. Diatas sebuah meja tergeletak sebuah buku tulis yang semuanya tertutup debu. 
     Dilihatnya tulisan di kertas buku yang sudah menguning itu. Disitu terlihat tulisan isterinya, "Hari ini suamiku pulang karena hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami". Dengan hati-hati diraihnya tangan dari tubuh kaku itu. Kini sudah mulai tercium bau busuk namun sang suami tidak peduli. Dikecupnya tangan kurus jenazah isterinya. Diusapnya dengan sayang wajah sang isteri yang terlihat seperti tersenyum. Sang isteri dengan penantian selama 30 tahun tetap menyendiri bahkan meninggal dalam kesendirian. Beratnya hidup sang isteri sudah terlihat dari bentuk tubuhnya yang kurus dan kulit menghitam karena sinar matahari. Dari hasil bekerja menggarap sawah orang lain, sang isteri bertahan hidup dan bertahan dengan pendiriannya bahwa sang suami akan pulang.
     Isteriku, aku pulang. Maafkan aku. Perlahan air mata sang suami turun membasahi pipi tuanya. Bahunya terguncang, kepala tertunduk sampai akhirnya sang suami menutup jenazah isterinya dengan kain seadanya dari dekat tempat tidur dan keluar menuju rumah kepala desa untuk mengabarkan duka. 

No comments: